Selasa, 19 Oktober 2010

KELAP-KELIP CAHAYA AIR MATA

“ Musim dingin bulan Pebruari 1989. Di sebuah rumah tanah yang sudah pecah-pecah, terdengar tangis bayi, lahirlah seorang bayi perempuan. Di ranjang yang kasurnya hanya setumpuk rumput kering dan sehelai selimut robek, berbaring seorang wanita muda yang baru melahirkan dengan mata dibalut. Suaminya telah meninggalkannya sebelum ia melahirkan. Bayi perempuan itu adalah saya.”
Demikian awal tulisan yang berjudul “ Kelap-kelip Cahaya Air Mata” yang ditulis oleh seorang gadis yang dilahirkan oleh seorang ibu muda tuna netra . Ayahnya meninggalkan ibunya sebelum ia lahir, dan tidak ada kabar beritanya sampai saat ini. Anak ini diberi nama Lv Da, mengikuti sne ibunya. Mata ibunya yang kiri buta total, yang kanan bisa melihat cahaya samar-samar, tapi tak mampu melihat orang, termasuk wajah putrri kesayangannya yang tunggal itu.
Ibu tuna netra ini bertahan hidup di kampung dua tahun, kemudian membawa anaknya pindah ke kota, dengan harapan bisa mendapat kesempatan untuk kehidupan yang lebih baik. Di kampung sudah tak mampu bertahan hidup dan membesarkan putrinya. Mulailah mereka dengan kehidupan di kota dengan mengemis, dan Lv Da sekecil ini menuntun ibunya menjadi penunjuk jalan. Malam hari mereka tidur di emper rumah orang. Musim panas yang banyak nyamuk itu menyebabkan mereka menjadi sasaran yang empuk nyamuk. Musim dingin mereka kedinginan,musim panas kepanasan. Menghadapi siksaan cuaca, si kecil Lv Da sering tak tahan, ia selalu kena flu, deman dll. Ibunya hanya dapat memeluknya dan mencucurkan air mata. “Tubuh saya selalu diselimuti air mata ibu. Masa inilah masa yang paling sengsara dalam kehidupan kami “ kata Lv Da selanjutnya dalam tulisannya. “Sejak usia yang sangat muda saya sudah merasakan pahit getirnya hidup, dingin panasnya cuaca, maupun hangat dinginnya sikap manusia. Makan sekarang tak ada jaminan bisa makan lagi nanti. Lapar sudah bukan sesuatu yang asing bagi kami.”
Waktu berjalan terus, lima tahun telah berlalu. Lv Da pun mencapai usia sekolah. Kembali ibunya menangis sedih, ia ingin anaknya bersekolah, agar anaknya bisa meninggalkan kehidupannya. Tapi dari mana uangnya? Sekolah perlu biaya. Akhirnya terpikir olehnya, satu-satunya jalan adalah mencoba meminta bantuan kepada pemerintah. Sambil menangis tersedu-sedu ia minta pertolongan kepada pemerintah setempat.
Setelah bolak balik selama setengah tahun jerih payah ibu Lv Da berhasil. Tahun 1995, pemerintah kabupaten dan lembaga yang terkait Kabupaten Taihu berhasil merumuskan rencana bantuan untuk mereka, ibu dan anak. Ibunya diberi pekerjaan di pabrik yang dikelola dana social. Lv Da sendiri didanai oleh dana sosial “Projek Harapan.”. Inilah periode kedua dalam kehidupan Lv Da, berhenti mengemis dan berhenti menjadi gelandangan.
Hari pertama sekolah, ibu Lv Da memandang anaknya melangkah masuk gerbang sekolah, seolah-olah ia dapat melihatnya. Air matanya berlinang, terharu melihat kenyataan, bahwa anaknya dapat bersekolah, “Hari itu pasti hari paling bahagia bagi ibu, karena mulai hari itu kami melihat ada sedikit cahaya di hari depan, mulai ada secercah harapan.” kata Lv Da dalam tulisannya. “Hari inilah saya mulai menginjak gerbang ilmu pengetahuan.” Kata Lv Da selanjutnya.
Lv Da tidak mengecewakan, ia anak yang baik, rajin, pintar dan jujur, sehingga tiap tahun ia terpilih sebagai siswa “Tiga Baik”, baik dalam pelajaran, baik dalam tingkah laku dan baik dalam kesehatan fisik. Pulang sekolah, Lv Da mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Mereka hidup dengan penghasilan yang hanya 150 yuan hasil kerja ibunya. Untuk makan, untuk membeli pakaian, membeli alat tulis sampai membayar biaya mondok., Dapat dibayangkan betapa ketatnya belanja hidup mereka .
Tahun 1999 karena pabrik tempat ibu Lv Da kerja gulung tikar, pabrik merugi karena efesiensi yang rendah. Pemerintah daerah menempatkan mereka di rumah sosial, menjadi keluarga yang hidupnya didanai dana sosial pemerintah.
Setelah lulus sekolah dasar, Lv Da diterima di SMP yang dikelola Sekolah Menengah Keguruan , yaitu seolah tempat para siswa keguruan melakukan praktek mengajar. Diterima di SMP merupakan kegembiraan untuk mereka tetapi juga merupakan kesedihan, bagaimana dengan uang sekolah? Di SMP tak ada dana sosial “Proyek Harapan” untuk membiayainya. Lv Da yang masih kecil itu tak putus harapan, ia menuntun ibunya datang menghadap kepala sekolah SMP yang menerimanya. Setelah mengetahui kehidupan mereka, kepala sekolah sangat prihatin dan membebaskan semua biaya selama tiga tahun. Ketika Lv Da membawa pulang setumpuk buku pelajaran. Ibunya menangis terharu, sekali ini air mata kegembiraan.
Karena makanannya yang kurang gizi, suatu ketika, saat Lv Da duduk di kelas 2 SMA, ia kena serangan penyakit radang usus kronis, mukanya pucat dan kuning, anggota tubuhnya tak bertenaga. Ibu Lv Da membawa Lv Da kemana-mana untuk menyembuhkan Lv Da. Air mata ibu Lv Da tak berhentinya bercucuran membasahi pundak Lv Da. Air mata Lv Dapun tak pernah kering. Biaya untuk berobat tidak cukup. Untunglah kemudian hal ini diketahui guru. Guru mengerahkan teman-temannya untuk menyumbang, dengan demikian terkumpullah uang sebesar 3000 yuan untuk Lv Da berobat. Akhirnya penyakit Lv Da berhasil dikendalikan.
“Menghadapi ujian sekolah menengah atas, fisik saya kembali kurang baik. Ibu yang telah berkorban demikian banyak untuk saya, selalu memberi semangat agar saya tetap tegar, ia merawat saya dengan sangat teliti, ditambah bantuan dari guru dan teman-teman sekolah, akhirnya saya berhasil mengalahkan penyakit, dengan nilai yang sangat baik saya berhasil diterima di SMA Taihu, sekolah top di kota ini,” tulis Lv Da
“ Menerima pemberitahuan penerimaan, ibu menangis, sedih atau gembira? Saya kira keduanya. Gembira karena diterima di SMA Taihu bukan hal yang mudah, sedih karena masalah klasik, dari mana uang sekolah? Mulailah kami lari ke sana ke mari, untuk mencari uang sekolah. Akhirnya sambil menuntun ibu, kami menghadap kepala sekolah lagi. Saya sangat berterima kasih kepadanya, karena setelah beliau mengatahui keadaan kami, semua biaya di SMA dibebaskan sampai saya lulus” tulis Lv Da selanjutnya.
Lv Da berangsur-angsur sudah mendekati dewasa. Situasi di Rumah Sosial sangat kompleks, segala macam manusia ada di sana. Sangat berisik, akan menyebabkan Lv Da kehilangan konsentrasi. Setelah dipertimbangkan matang-matang, demi hari depan Lv Da, akhirnya mereka pindah. Mereka menyewa sebuah rumah kecil di dekat sekolah. Dengan tunjangan 140 yuan mereka harus bertahan hidup, termasuk biaya hidup dan sewa rumah. Meskipun kehidupan sangat ketat, ibu Lv Da mempunyai keyakinan yang teguh Lv Da harus menjadi anak yang berhasil. Menghadapi kesulitan apapun, putrinya harus tetap sekolah, ia selalu berjuang untuk nasibnya. Demikianlah dalam waktu dua tahun terakhir di SMA, mereka berpindah enam kali.
“Sekarang saya diterima di universitas yang jadi idaman saya. Ketika surat pemberitahun yang merah menyala diterimakan kepada tangan ibu, ibu sangat gembira ia melihat keberhasilan sudah semakin dekat. Sayapun berkata dalam hati: “Ibu, saya tidak akan mengecewakan anda dan orang-orang yang baik hati telah menolong saya.”
dari milis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar