Jumat, 24 September 2010

TELUR YANG KOSONG

Jeremy terlahir dengan tubuh yang bengkok, dan otak yanglambat kerjanya. Saat umur 12, ia masih dikelas 2, tampaknya tak mampu untukbelajar. Pengajarnya, Doris Miller, sering dibuat mendongkol dan jadi jengkel.Seenaknya ia menggeliat-geliat sesukanya dibangku, ngiler, air liur bertetesandan berbunyi aneh-aneh - mengorok! Terkadang, mendadak ia berbicara jelas danberbunyi tersendiri, seakan ada seberkas sinar terang memasuki kegelapanotaknya.Namun, secara umum, Jeremy ini lebih sering jadi iritasi bagi gurunya.Suatu hari ia memanggil orang tuanya, meminta mereka datang untukberkonsultasi. Saat pasutri Forester memasuki ruang kelas yang kosong itu, Doris berkata pada mereka, "Jeremy betul-betul butuhtinggal dalam sebuah sekolah yang 'khusus'. Tidak fair dan kurang adil baginyakalau dikumpulkan dengan anak-anak yang lebih muda yang tak bermasalah untukbelajar. Coba, umurnya kanbeda 5 tahun lho, dengan murid-murid lainnya."
Bu Forester menangis diam-diam, menutupi dengan tisyu, sementara suaminyaberbicara. "Nona Miller," katanya, "Dekat-dekat sini tidak adaSLB seperti itu. Lagian, akan menjadi suatu kejutan dan pukulan berat bagiJeremy bila kami harus mengeluarkannya dari sekolah ini. Kami tahu ia sangatsuka disini." Doris masih tinggal duduklama sekali setelah mereka itu pergi, menatap kosong lewat jendela memandangisalju diluar.
Dinginnya seakan menyusup kedalam jiwanya. Betapa inginnya ia bersimpati dengansuami istri Forester. Bagaimanapun juga, satu-satunya anak mereka berpenyakityang tak tertolongkan. Sebaliknya, kurang adil pula menahannya dalam kelasnya.Ia masih punya 18 anak-anak kecil lainnya yang harus diajar, sedang Jeremy inimenjadi pengalih perhatian. Lagipula, ia tidak bakalan bisa belajar membacamaupun menulis. Buat apa memboroskan lebih banyak waktu lagi untuk mencoba?Sementara ia merenungkan situasi ini, rasa bersalah seakan meliputi dirinya.
"Ah, apaan sih, kok aku disini ngomel dan komplain,padahal masalahproblem-problemku kan tidak berarti dibandingkan apa yang ditanggung keluarganaas itu," pikirnya. "Ya Tuhan, tolonglah agar aku bisa lebihbersabar dengan Jeremy."
Sejak hari itu, ia benar-benar berusaha keras mengabaikan segala bunyi-bunyiananeh dan pandangan-pandangan mata Jeremy yang kosong hampa. Kemudian suatuhari, bersusah payah ia menghampiri mejanya, menyeret kaki cacatnya di belakangdia. "Bu Miller, saya cinta padamu," serunya, begitu keras sehingga terdengaroleh seluruh kelas. Murid-murid lainnya dengan suara gelak ramai, tertawaterkekeh-kekeh, dan wajah Doris pun berubah jadi merah.
Tergagap ia berkata balik, "I-iya... Ibu tahu, i-itu baik sekali,Jeremy.T-tapi k-kau sekarang kembali duduk lagi ya..." Musim semi akhirnyatiba, dan anak-anak begitu asyik membicarakan datangnya Paskah. Dorismenceritakan kisah Yesus, lalu untuk menekankan wacana adanya kehidupan baruyang melompat keluar, ia memberikan setiap murid sebuah telur plastik besar.
"Jadi, sekarang ini," katanya pada mereka, "saya ingin kalianmasing-masing bawa pulang ini dan jangan lupa besok dibawa balik kesekolah,dengan mengisi sesuatu didalamnya yang menunjukkan kehidupan baru. Semuamengerti?"
"Iya, mengerti Buuuu," semua anak-anak sekelas menyahut bergairahsekali, kecuali Jeremy. Ia mendengarkan penuh perhatian, matanya tak pernahlepas dari wajahnya. Ia bahkan juga tidak mengeluarkan bunyi-bunyian yangbiasanya aneh. Apakah ia mengerti apa yang ia ceritakan soal kematian dankebangkitan Yesus? Apakah ia benar-benar mengerti tugas yang diberikan? Mungkinia perlu memanggil orang tuanya dan menerangkan soal proyek itu.
Malam itu, tempat cuci piring didapur Doris mampet. Ia memanggil pemilik rumahdan menunggu sejam sampai ia datang melancarkannya kembali. Setelah itu iamasih harus belanja makanan, menyeterika blusnya, dan menyiapkan ujianperbendaharaan kata untuk esok harinya. Ia samasekali lupa menilpon orang tuaJeremy.
Besoknya, 19 anak-anak datang ke sekolah sambil tertawa dan ngobrol, sementaramereka menaruh telur-telur kedalam sebuah keranjang anyaman dimeja Nona Miller.Selesai dengan pelajaranan matematika, tiba saatnya untuk membuka semua telur.Dalam telur pertama, Doris menemukan sekuntum bunga.
"Ya, tentu saja, sekuntum bunga memang pasti pertanda suatu kehidupanbaru," katanya. "Manakala tunas mulai menembus tanah, kita tahu musimsemi ada disini."
Seorang gadis kecil, duduknya dibaris pertama, melambaikan tangannya. "Itutelurku, Bu Miller," teriaknya penuh semangat.
Telur selanjutnya berisi kupu-kupu plastik, begitu mirip asli. Dorismengangkatnya tinggi-tinggi. "Kita semua tahu bahwa seekor ulat berubahdan tumbuh menjadi seekor kupu-kupu yang cantik. Benar, ini juga suatukehidupan yang baru."
Si Judy kecil dengan bangga masang senyumnya dan berkata. "Bu Miller, yangitu punya saya lho...."
Selanjutnya, Doris menemukan sepotong batu yang ditumbuhi mos, sejenislumut-lumutan. Iapun menerangkan bahwa mos, juga, menunjukkan kehidupan. Billyberbicara dari belakang kelas itu, bergema bunyinya, "Ya, Papa yangmembantuku."
Lalu, Doris membuka telur keempat. Ia agak terperanjat, terkesima... Lho, kokkosong tak berisi... Wah, ini pastilah punya si Jeremy, dan sudah tentu, begitupasti, pikirnya, ia tidak mengerti instruksi yang diberikan. Ah, seandainya iatidak sampai lupa menilpon orang tuanya.
Tiba-tiba, Jeremy berbicara. "Bu Miller, kok ibu tidak bercerita mengenaitelurku?"
Doris, yang jadi agak bingung, menjawab, "Tapi Jeremy, telurmu ini kankosong?"
Ia memandang kedalam matanya dan perlahan sekali suaranya keluar, "Yah,tapi kubur Yesus kan juga kosong."
Waktu seakan berhenti. Ketika ia bisa ber-kata-kata lagi, Doris menanyainya,"Dan, tahukah kamu mengapa kuburan itu kok kosong?"
"Oh, iya, iya.." ujar Jeremy, "Yesus dibunuh dan ditaruh disitu,lalu Bapaknya membangkitkan Dia."
Bel istirahat berbunyi.
Sementara semua anak-anak berdesakan lari-lari keluar kehalaman, Dorismenangis. Rasa dingin dalam hatinya mencair hilang seluruhnya..........
Tiga bulan kemudian, Jeremy meninggal. Mereka yang berbela sungkawa kerumahduka diherankan ketika melihat 19 telur diatas peti matinya, semuanya kosong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar