Jumat, 24 September 2010

Putraku milik-Mu

Hari ini seseorang telahmendandani aku, memakaikanpakaian bagus, menyisiri rambutku dan memakaikansedikit parfum kesukaanku.Lalu seperti biasanya aku dituntunnya untuk dudukdikursi kesayanganku.Dihadapan meja tulis yang menghadap ke jendela.Memang biasanya aku suka duduk berlama-lama dikursi itu.Dari sini aku juga dapat melihat pohon rambutan yangtumbuh di halaman rumahku, rumput-rumput danbunga-bunga yang tiap sore disirami oleh pak kebonbahkan cucu-cucuku yang berlarian kian kemari.
Dengan tangan yang sudah gemetar aku merabapermukaan meja tulis.Permukaannya yang halus mengalirkan getaran-getarankenangan.Berapa banyak suratsudah kutulis untuk putra putriku,terutama untuk putra bungsuku?Rasanya sudah lama dia pergi dan aku tidakmendengar kabar darinya.Kapan terakhir kali aku menulis suratuntuknya?Akh aku sudah banyak lupa.
* * *
Suamiku dan aku sepakat untuk mengangkat beberapaanak dari sebuah panti asuhan di kota kami.Bukan karena kami tidak dikaruniai anak-anak atauhidup kami begitu berlimpah, tetapi karena kami merasabegitu banyak anak yang kurang beruntung dalam hidupini.
Sudah ada empat anak-anak yang tinggal di rumah kami.Tiga putra dan satu putri.Dua anak kandungku, putra dan putri dan dua lagi putrayang juga berasal dari panti asuhan ini.Dan saat ini kami akan menjemput lagi satu anaklaki-laki yang membutuhkan rumah dan keluarga,kata pastor kepala pada suamiku.
Aku ingat hari itu, hari pertama aku melihat Max.Ketika pertama kali pergi untuk menjemputnya,aku membayangkan akan menjemput seorang anakyang dapat membuat aku langsung jatuh hati ketikakami pertama bertemu.Ada kanyang seperti itu, rasanya seperti mempunyaiikatan batin tersendiri.Tetapi Max tidak seperti yang kubayangkan.
Ketika kami tiba di panti asuhan, pastor menunjukseorang anak laki-laki yang sedang duduk sendiriandi bawah pohon di halaman asrama.Anak laki-laki kurus kering, dengan kulit agakhitam.Rupanya anak itu juga sedang flu, ingusnya yangmengalir dari hidung dihapusnya dengan menggunakanlengan baju.Matanya memandang kami penuh harap.Putraku yang terakhir batinku berkata.Max memang yang termuda dari anak-anakku yang lain.
Setelah tinggal bersama kami beberapa waktu, Maxtidak lagi kurus kering.Tubuhnya menjadi lebih berisi.Matanya yang ternyata bening dan berbinar bila iabertanya dan ingin mengetahui jawabannya merupakandaya tarik tersendiri bagi kami dan juga kakak-kakaknya.Dan yang membuat Max menjadi istimewa di keluargakami, bukan hanya hatinya yang lembut tetapi jugasikapnya yang riang gembira.Tidak pernah sekalipun terlihat Max marah ketika iadiolok-olok oleh kakak-kakaknya.Kata-kata kasar tidak pernah keluar dari mulutnya.Max bagaikan matahari dalam keluarga kami.
* * * *
Rupanya aku terlelap ketika kurasakan ada elusanlembut pada lenganku diikuti kecupan lembut padakedua belah pipiku.Kubuka kedua mataku dan kutemui seraut wajah cantikyang tak asing tersenyum dihadapanku.Aku membalas senyumnya dan melihatnya denganpenuh cinta.Andrea, bidadari kecilku, sudah berapakah umurmusekarang nak?Aku bertanya tanpa suara.
Aku tidak mendengar jelas apa yang dikatakan putrikukecuali satu kata Max, nama putra bungsuku.Sebelum dipapahnya aku berdiri untuk pindah dudukdikursi roda.Lalu dengan perlahan ia mendorong kursi rodaku untukkeluar dari kamar.Max?Max datang?Aku bertanya tanpa suara seperti biasa kulakukan,pertanyaan hanya aku sendiri yang mendengar.Dengan mataku yang sudah tidak jelas lagi melihat,aku mengetahui hari ini ada begitu banyak orangdidalam rumahku.Aku tersenyum samar ketika banyak orang yangmenyapa tetapi begitu banyak wajah yang sudah tidakku kenali lagi.Disana sini terdengar suara-suara orang berbicara dantertawa riang, namun semuanya seperti gumaman takjelas, seakan dengungan lebah memenuhi telingaku.
* * * *
Hari ulang tahun Max yang ke-27.Ketika kami selesai membereskan meja makan setelahacara makan bersama sekeluarga, tiba-tiba Andrea–putriku, berkata : "Max, kapan calon istrimudiperkenalkan pada kami. Tinggal kamu sendiri yangbelum punya pasangan."Diaz juga menimpali, "cari apa lagi sih lu Max. Mobil ada,kerjaan ada. Mau apa lagi?"Lalu suasana menjadi riuh rendah karena semua mulai mengolok-olok Max.Nama-nama gadis yang selama ini sering datangkerumahpun mulai terlontar disertai dengankomentar-komentar dari kami sekalian.
Max seperti biasanya ikut dalam kegembiraan salingledek meledek ini.Hingga akhirnya, "Iya deh aku mau ngaku nih", katanyakemudian.Suara riuh yang tadinya mendominasi ruangan mereda. Kakak-kakak Max, suamikudan aku, semua inginmendengar apa yang akan dikatakan olehnya.Sesungguhnya yang ingin kami dengar adalah gadisyang mana yang akan dipilih oleh Max untuk menjadipasangan hidupnya.
"Aku sudah lama memikirkannya" katanya ragu-ragu.Lanjutnya setelah terdiam sebentar, "aku ingin masukseminari".Lalu pandangannya ditujukan padaku.Matanya yang bening dan berbinar menatapku,"Bolehkan ma?"
* * * *
Rupanya aku terlelap lagi.Kali ini sebuah pelukan kuat dan kecupan pada keningmembuat aku kembali membuka kedua mataku.Kali ini kutemui sepasang mata yang bening danberbinar manatapku penuh cinta.Tidak pernah aku lupa pandangan mata ini.Mata milik Max.
Perlahan kuangkat kedua tanganku untuk membelaiwajahnya.Kuperhatikan, sudah ada kerutan disana sini, di keduasudut mata pun jelas terlihat.Aku tersenyum dan mengucapkan namanya perlahan . . ."Max, pastor Max" dan senyumnya mengembang.
Pendengaranku memang payah sekarang ini, namunherannya aku dapat mendengar kata-kata Max denganjelas."Ma, hari ini kita merayakan ulang tahun immamatkuyang ke-25. Kita misa bersama ya. Mama duduk palingdepan, dekat aku."
Aku mengerjapkan mata, seperti baru kemarin rasanya.Surat pertamayang aku terima dari Max masih akuingat jelas.Juga surat-suratnya yang lain yang datang kemudian.Kata-kata yang tertuang dalam setiap suratnya selalumembawa ciri khas dirinya, penuh dengan nada-nadariang, ada kerinduan yang jelas terbaca di situ.Ma, aku ingin makan soto ayam kesukaanku yangmama buat itu. Ma, tidak lama lagi aku boleh pulang.Ma, kapan kita bisa pergi ke toko buku babah Oenya. . . .dan masih banyak lagi.
Lalu ada pula tahun-tahun berat dalam hidupnya.Semua tertuang pada kertas yang menjadi curahan isihatinya.Malam-malam gelap dalam menjalani panggilannya.Putus asa, kecewa, bimbang, terasing bahkan kesepian.Aku tidak dapat mengingat lagi banyaknya suratyangkutulis untuk Max.Namun seakan aku selalu berada bersamanya setiapsaat.Memberikan semangat, kekuatan bahkan harapan dandoa agar tetap teguh dalam menjalani panggilan hidupyang dijalaninya.
**Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosadunia ....* *
Sayup-sayup aku dapat mendengar suaranya.Aku memang sudah lama tidak lagi mampu menulis,bahkan akhir-akhir ini aku sering lupa dan mudahmerasa lelah.Tetapi hatiku tetap mengalirkan kata-kata tak henti,memberikan semangat, untaian harapan dan doa yangtak kunjung putus mohon kekuatan bagi putra-putriku.Terutama bagi Max, putraku yang menjadi milik-Mu yaAllah, jagalah dia agar tetap setia.
*Peliharalah mereka, ya AllahkuPeliharalah, karena mereka milik-MuPara imam-Mu yang mengalami kelelahan dalamhidupnyaDi hadapan hadirat kudus-Mu
Perliharalah mereka di dunia ini, walau terpisahdari dunia,saat kesenangan duniawi datang menggodabawalah mereka kembali kepada-Mu dannaungilah mereka dalam Hati-Mu.
Perliharalah dan hiburlah merekaDalam masa-masa kesepian dan kepedihannya,Saat pengorbanan mereka bagi jiwa-jiwa bagaitidak berarti.
Peliharalah mereka dan ingatlah ya Tuhan,Mereka tidak memiliki siapapun selain Engkau,Dan hanya memiliki hati manusia yang rapuh,Mudah jatuh dalam pencobaan.
Peliharalah mereka bagai Hosti tak bernodaPelayanan kasih mereka sehari-hari.Limpahkanlah berkat-Mu ya Allah,Bagi setiap pikiran dan perkataan dan perbuatanmereka.(Terjemahan bebas, doa bagi para imam –Imprimatur D.Card.Dougherty, Arch ofPhiladelphia)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar